Langsung ke konten utama

Mbok Yem, Tempe dan Takdir-Nya


Dok. Pribadi|saat itu sedang menjadi tukang kepo di Jawa Barat
Malam itu hatinya diliputi rasa gelisah, sekuat tenaga ia meyakinkan hati, sekuat itu pula ia melangkah membuka bungkusan tempe" nya yang hendak dijual besok pagi.

"Huduh! Bagaimana ini kok masih mentah, biasanya tak pernah seperti ini, apa yang salah ya? Racikan dan ukurannya pas," gumam mbok Yem dalam hati.

"Ah, kali saja ini masih tengah malam, mungkin dua jaman lagi akan matang sempurna," gumamnya menepis kekhawatiran.

Dengan gerakan cepat Mbok Yem menuju tempat sholat, memohon dengan sungguh" kepada dzat yang paling Maha, meminta supaya dimatangkan tempe"nya.

Mbok Yem berdoa dengan membawa keyakinan bahwa yang Maha akan mengabulkan doanya, di sisi lain, ia pun sangat khawatir jika tempe" nya tidak matang.

"Kalau tempe" itu tidak matang, besok saya makan apa, Gusti? dan kepada siapa saya akan meminjam hutang, jika tempe" nya tidak matang," pungkasnya dalam berdoa.

Setelah sholat malam -qiyamul lail, mbok Yem sangat yakin, bahwa tempenya akan matang, dengan mengucap bismillah ia membukanya. Dan ternyata tempenya tidak berubah masih mentah dan mentah.

Ia berfikir dan yakin, bahwa tempenya akan matang. Sambil menunggu fakta dari keyakinannya itu terjadi, Mbok Yem pergi ke masjid sholat subuh. Mbok Yem membuka lagi tempennya, dan ternyata masih mentah.

Willy nili -mau tak mau, mbok Yem bertekad pergi ke pasar. Siapa tau saja, tempenya akan matang dalam perjalannya ke pasar.

Sesampai di pasar, tempenya tidak matang juga. Sampai beberapa penjual tempe lainnya sudah pada habis, dan berpamitan satu persatu. Tapi, tak satupun tempe  Mbok Yem yang terjual. Ya, lantaran masih mentah.

Ia pasrah juga gundah. Hanya duduk dan membayangkan, "Andaikan tempenya Mateng, pasti sudah terjual dan saya bisa membeli beras," lamun nya.

Mbok Yem tetaplah mbok Yem yang juga manusia, yang sudah berusaha dan berkeyakinan, meski begitu ia tetap saja berandai dan berharap bahwa tempenya akan matang, otomatis bisa terjual, dan juga uangnya bisa dimanfaatkan. Begitulah, Mbok Yem tetaplah Mbok Yem.

***
Tiba-tiba seorang perempuan lari" sambil cin-cing" rok nya menuju ke gerbang pasar, "Ada yang jual tempe mentah kah? Anak saya yang kuliah di Jogja minta kiriman tempe mentah," ujar wanita itu sambil menuju stand penjual tempe".

Seketika Mbok Yem mengubah doa", dan andainya tadi. "Gusti mugo" tempeku iseh mentah, (Ya Allah semoga tempeku masih mentah),"  serunya dalam hati.

Dengan semringah Mbok Yem menjawabnya, "Saya punya tempe" mentah Bu, sumonggo menawi kerso," ujarnya.

Tak lama kemudian, Mbok Yem pun pergi meninggalkan pasar, dan pulang dengan hati gembira juga rasa 'lilo'.

Kisah mbok Yem dan tempe mentahnya salah satu contoh saja, dari cara Tuhan mendatang sesuatu pada makhluknya.

Kita tak pernah tau, apa yang dituliskan Tuhan untuk kita, keinginan kita usaha kita akan selalu berhasil, sesuai rencana. Tapi ada hal yang perlu disadari bahwa Tuhan punya catatan sendiri untuk me"manage" makhlukNya.

Tentu saja, kau, aku, atau siapapun tak bisa mendekteNya.

Lalu, mengapa kita harus berusaha, bekerja, belajar, dll toh pada akhirnya kita akan  mendapatkan apa yang digariskan? Ya,karena kita tidak tau, kapan, dengan cara apa, seberapa, melalui siapa sesuatu itu akan datang kepada kita?

"Lamun slirahmu nduweni kekarepan, keyakinan, usaha, lan sakpinunggalane, terus Gusti dereng ngersak'ake nopo" sing tumerap marang awakmu kwi gawe coromu, Ojo mikir khawatir nek mboten diparingi, pasti diparingi. Sebab Gusti nggadai coro piambak sing ora bakal makhluk lintune mangerteni. "

Tertanda,
Someone does work at home
Someone always love sincerity #Written at home#stay at home

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinau Seng Penting, Opo Seng Penting Sinau?

  Dok. PPL II |Kelas IV A  Salah satu stasiun televisi swasta (5/10) menayangkan sebuah acara anak-anak yang sifatnya edukatif, acaranya belajar tentang satuan berat dan kegunaanya. Beberapa narasumber dan bintang tamu dari anak usia dini (Usia SD) hadir dalam acara tersebut.  Satu hal yang menarik waktu itu, ada salah satu anak bertanya kepada narasumber. Begini, “ Pak, cita-cita saya menjadi dokter, apa perlu (red, penting) belajar masalah satuan berat?” seketika saya tertawa. Bukan hanya kritis tapi pertanyaan yang realistis. Sedikit terlihat gugup si narasumber menjelaskannya, lalu menghubung hubungkan sekenanya antara satuan berat dan fungsi dokter. Mungkin saat bertanya yang terlintas dalam benak gadis kecil itu adalah “ Ngapain saya belajar sesuatu yang tidak ada hubungannya (manfaat kegunaan) dengan cita-citaku?” speklulasi pribadi. Hal apa yang dapat kalian tangkap saat melihat kejadina itu? Mungkin bagi sebagian orang akan menganggap hal ini sesuatu yan

Surat Untuk Mantan (PU)

Gambar: Goa Wareh -Pati  “Surat ini saya kirimkan sebagai balasan untuk seseorang yang sudah menuliskan balasannya melalui akun facebooknya. Ia berkata jika balasan saya banyak sekali, itulah saya saat mencerca. Eh bersastra. Mohon maaf, jika lambat membalas suratnya, maklum lah meski jomblo tapi banyak yang dikerjakannya.” Ia adalah mantan, bukan mantan kekasih seperti layaknya teman-teman yang menuliskan suratnya untuk mantan jika hendak balikan lantaran gagal move on atau  sekedar menyapa say hallo, mantan. Juga bukan mantan nama sebuah jajan yang sedang booming dipromosikan. Menurut seseorang yang sekarang menuju maqom ma’rifat, ia mengatakan dalam statusnya beberapa bulan lalu, tidak ada istilah mantan. Semuanya adalah sahabat dan teman, pacar adalah teman yang pernah satu misi dan visi, putus bukan berarti dijuluki mantan, ia tetap teman yang sudah beda visi, sejatinya harus kita sapa dan bersikap sedia kala. Lalu kenapa saya menggunakan istilah mantan untuk